Langsung ke konten utama

Palu Bangkit : Masihkah Kau Ragukan Kebesaran-Nya?

Katakanlah "siapakah yang dapat melindungimu dari (ketentuan) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Mereka itu tidak akan mendapat pelindung dan penolong selain Allah. (Qs. Al-Ahzab : 17)

Tiap hari media tak pernah absen mengabarkan kondisi terbaru seputar kondisi kota Palu dan sekitarnya. Tiap hari pula rasa-rasanya masih tak percaya, bahwa aku dan kami yang selamat lolos dari musibah maha dahsyat yang untuk pertama kalinya terjadi dalam hidup kami. Tak cukup sampai disitu, usai bencana, Tuhan tak henti-hentinya memperlihatkan kebesaran dan keangugannya lewat berbagai saksi mata hidup juga mati.

Masjid terapung di pinggir pantai Talise yang berdiri dengan kokohnya seakan-akan tak bergeming, bahwa baru saja badai menyapu pinggiran pantai hingga 3 sampai 6 meter tingginya. Sedangkan Jembatan kuning yang begitu kokoh dan megahnya tak berdaya ketika disambar dentuman gempa dan ombak yang bertubi datangnya.

Rumah yang tetap berdiri kokoh di antara yang hancur akibat pergeseran tanah di Petobo juga membuat nalar kita tak berjalan.

Selama 2 miggu lamanya seorang anak kecil ditemukan selamat di sekitar Petobo dengan tubuh mungil dibaluti lumpur. Ia selamat. Berdiri melihat orang sekitarnya, tanpa tangis seolah-olah dunia baik-baik saja.

Logis kah semua itu? Jika kita gunakan akal ini untuk memikirkannya, hanya ada satu jawaban yakni "mustahil." Jangankan seorang awam seperti ku, mereka para ilmuwan pun mempertanyakan bagaimana bisa Palu dihantam tsunami begitu besar jika dilihat dari parameter keilmuan. Lagi-lagi, akal tak akan pernah mampu menjawab. Hanya satu yang bisa kita yakini dan tak akan bisa dicapai oleh akal manusia. Yakni Kekuasaan-Nya. Hanya Dia yang mampu melakukan semua yang bisa dimengerti dan tak kita mengerti. Dialah Tuhan pencipta alam semesta ini. Dialah Allah subhanahu wata'ala.

Masihkah kita ragu?

Hingga detik ini, bercermin, melihat diri ini bisa selamat, lalu melihat teman sejawat lebih dulu pergi, kembali mengenang tragedi 28 september itu, membuatku terus merenung di tiap malamnya,

Tuhan, kami tak ada apa-apanya
Kami begitu kecil dihadapan-Mu
Kami paham sekarang
Keangkuhan dan kesombongan yang dulu sempat terpelihara di hati ini
Adalah kebodohan kami yang belum mengerti akan Kebesaran-Mu
Akan berartinya hidup ini
Bahwa Engkau tak menciptakan kami hanya main-main
Tapi kami punya tugas mulia
Tuk beribadah pada-Mu
 Kesempatan hidup yang Engkau berikan
Mungkin takkan Engkau berikan lagi untuk kedua kalinya
Apalagi Engkau telah memperlihatkan Kebesaran dan Mukjizat-Mu dengan mata kepala kami sendiri
Jika kami tak mengambil pelajaran dari kisah kemarin
Tentulah kami termasuk orang merugi dan pembangkang
Lindungilah selalu hati kami tuk menapaki kebaikan hingga hayat
Karena Engkaulah Sang Maha Pembolak-Balik Hati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Memilih Menjadi Dosen dan Bagaimana Proses Persiapannya?

Tulisan ini kudedikasikan untuk diriku sendiri sebagai pengingat akan niat dan tujuan mengapa memilih karir ini. Dan selebihnya, semoga ada manfaat yang bisa diperoleh pembaca dalam proses perjalanannya. *** Pic: Buku yang digunakan sebagai bahan ajar “Kenapa ingin jadi dosen?” tanya seorang interviewer saat saya sedang mengikuti wawancara CPSN.  Saya pun mencoba menjawab pertanyaan ini “Pertama, pilihan karir dosen menjadi wadah saya untuk bisa bermanfaat tidak hanya melalui pengajaran, namun juga menyebarluaskannya melalui tulisan/publikasi, dan mengaplikasikannya dengan pengabdian kepada masyarakat. Dan semoga bisa menjadi amalan saya juga ketika sudah tidak ada di dunia, melalui ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak terputus. Kedua, saya merasa punya tanggung jawab setelah mendapat privilege untuk bisa sekolah tinggi, melalui beasiswa pula sejak S1 hingga S2, dimana masih banyak orang lain yang tidak bisa mengenyam kesempatan ini, yang mungkin bahkan saya pikir m...

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu...

Impian #1 : Perjalanan

Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian .” Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menja...