Langsung ke konten utama

Tolitoli: Rumah

Menjelang puasa Ramadan, aku menyempatkan pulang ke kampung halaman. Setelah sempat dua tahunan tidak berlebaran bersama keluarga. Agenda pulang kampung tanpa direncanakan sebelumnya, namun Alhamdulillah dapat waktu yang pas, sebab entah kapan lagi bisa ber-Ramadan dengan keluarga, karena kedepannya mungkin akan ada amanah-amanah baru yang harus dijalankan. 

Saat pulang, aku sengaja mengabadikan lebih banyak momen agar bisa selalu dikenang, dan memilih tidur dengan ibu daripada tidur di kamar sendiri. Di usia dewasa, kita bisa jadi lebih memahami betapa berharganya waktu bersama keluarga. Terlebih jika sebagai perantau yang tidak selalu bisa tinggal di rumah bertemu keluarga.

Tahun ini menjadi tahun ke-26 ku melalui Bulan Ramadan. Saat pulang menjadi momen dimana aku bisa melihat pertumbuhan per-sepupu-an yang dulu masih kecil sudah mulai tumbuh dewasa, yang dulunya masih sendiri kini sudah beranak-pinak, pun sanak saudara yang dulunya masih bisa bertemu kini hanya bisa dikunjungi saat berziarah kubur. 

Ada yang datang dan pergi. Ada yang meninggalkan dan ditinggalkan. Ada yang ramai dan sepi. Hilir mudik perjalanan kehidupan manusia selalu bisa menjadi pengingat bahwa setiap kita pada akhirnya akan pulang. Bukan lagi pulang kampung ke rumah dimana ada keluarga yang dengan suka cita menyambut kita, namun ke kampung akhirat, rumah bagi setiap orang yang akan bertemu Pencipta-Nya dengan membawa pertanggungjawabannya masing-masing.

Semoga rumah di dunia dengan kenangan-kenangan indah bersama keluarga yang kita kasihi, juga bisa kita temukan kembali di rumah akhirat, berkumpul bersama mereka yang selalu kita panjatkan namanya dalam doa. Semoga Allah pulangkan kita bersama orang-orang yang kita cintai dengan akhir yang baik. Amiin ya Rabb :)


“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai” (HR. Tirmidzi)


Kenangan







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Memilih Menjadi Dosen dan Bagaimana Proses Persiapannya?

Tulisan ini kudedikasikan untuk diriku sendiri sebagai pengingat akan niat dan tujuan mengapa memilih karir ini. Dan selebihnya, semoga ada manfaat yang bisa diperoleh pembaca dalam proses perjalanannya. *** Pic: Buku yang digunakan sebagai bahan ajar “Kenapa ingin jadi dosen?” tanya seorang interviewer saat saya sedang mengikuti wawancara CPSN.  Saya pun mencoba menjawab pertanyaan ini “Pertama, pilihan karir dosen menjadi wadah saya untuk bisa bermanfaat tidak hanya melalui pengajaran, namun juga menyebarluaskannya melalui tulisan/publikasi, dan mengaplikasikannya dengan pengabdian kepada masyarakat. Dan semoga bisa menjadi amalan saya juga ketika sudah tidak ada di dunia, melalui ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak terputus. Kedua, saya merasa punya tanggung jawab setelah mendapat privilege untuk bisa sekolah tinggi, melalui beasiswa pula sejak S1 hingga S2, dimana masih banyak orang lain yang tidak bisa mengenyam kesempatan ini, yang mungkin bahkan saya pikir m...

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu...

Impian #1 : Perjalanan

Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian .” Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menja...