Langsung ke konten utama

Ramadhan Challenge Part 4 : Deadliner ? Gak Mau Lagi !



Hellow pals...

Gak kerasa udah hari ke empat Ramadhan Challenge yah.

Hari ini gak bisa lama-lama nulis blog. Sesuai dengan judulnya “Deadliner”. Sekarang lagi berhadapan dengan dua  job yang deadlinenya udah besok :O. Wah, gak tau nih ngatur waktunya gimana. Yang jelas dua hal ini harus udah fix besok.

Jadi deadliner itu gak enak banget. Sumpah ! Semuanya dikerjain pas diakhir waktu. Paling gak enak tiba-tiba ada tugas lain yang tanpa diundang hadir dengan batas pengumpulan pada tanggal yang sama. Wah...kepala berasa mau pecah. Mesti ngurus ini dan itu. Selain itu, jadi deadliner juga bisa rusak kesehatanmu. Ini aja kepala udah puyeng dan sempat demam juga. Pokoknya jangan dicoba-cobalah. Ini kebiasan buruk yang gak boleh dipelihara (nunjuk diri -_-).

Jauhkan sifat menunda-nunda ! Biar gak jadi deadliner seperti saya.

Ok, sampai disini dulu yah

Berpacu dengan waktu nih

Kamu  kejar deadline juga ?

Tetap jangan lupa ibadah yah

Ramadhan cuman sekali setahun soalnya.

Tetap semangat mengejar deadline dan kebaikan :)

#RamadhanChallenge
#30DWB

Komentar

  1. Pengeen blajar nuliss jugaa.. Apa kabar dgn blogku yah? Udaah penuh srang laba laba kayakx lama tdk dibukaaa :(

    BalasHapus
  2. wah wica mah sudah biasa kalau nulis..
    Hayo wic ikutan nulis, kasian blognya gak diperhatiin..hehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Memilih Menjadi Dosen dan Bagaimana Proses Persiapannya?

Tulisan ini kudedikasikan untuk diriku sendiri sebagai pengingat akan niat dan tujuan mengapa memilih karir ini. Dan selebihnya, semoga ada manfaat yang bisa diperoleh pembaca dalam proses perjalanannya. *** Pic: Buku yang digunakan sebagai bahan ajar “Kenapa ingin jadi dosen?” tanya seorang interviewer saat saya sedang mengikuti wawancara CPSN.  Saya pun mencoba menjawab pertanyaan ini “Pertama, pilihan karir dosen menjadi wadah saya untuk bisa bermanfaat tidak hanya melalui pengajaran, namun juga menyebarluaskannya melalui tulisan/publikasi, dan mengaplikasikannya dengan pengabdian kepada masyarakat. Dan semoga bisa menjadi amalan saya juga ketika sudah tidak ada di dunia, melalui ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak terputus. Kedua, saya merasa punya tanggung jawab setelah mendapat privilege untuk bisa sekolah tinggi, melalui beasiswa pula sejak S1 hingga S2, dimana masih banyak orang lain yang tidak bisa mengenyam kesempatan ini, yang mungkin bahkan saya pikir m...

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu...

Impian #1 : Perjalanan

Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian .” Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menja...