Langsung ke konten utama

Palu Bangkit : Orang Baik


‘’Aksi = Reaksi’’



Saya sempat menuliskan tentang ‘’Teruslah Berbuat Baik’’ di buku pertama saya ‘’Tuhan, Aku Rindu.’’ Saya selalu percaya pesan Bapak saya, bahwa ketika kita baik pada orang, maka  orang lain pun akan baik dengan diri kita. Dulu saya tipekel orang egois. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Tidak ingin pusing dengan sekitar. Duniaku ya hidupku. Namun, semuanya berubah ketika saya memutuskan merantau. Saya tahu, bahwa hidup di perantaun itu tak seenak hidup di rumah. Sehingga, jika saya masih bersikukuh dengan sifat egoisku, mustahil orang lain akan memperdulikan atau membantuku. Apalagi di perantauan saya adalah orang baru yang jauh dari keluarga, sehingga pasti butuh bantuan orang lain.

Wejangan Bapak benar-benar mujarab. Masya Allah, banyak sekali kemudahan yang Allah beri. Baik dalam kuliah maupun organisasi. Contohnya, sejak kuliah saya tidak memiliki laptop. Tapi Allah mudahkan saya bisa mengerjakan tugas, skripsi bahkan menyelesaikan sebuah buku yang notabene harus menggunakan laptop dalam penyelesaiannya. Ya, tentunya berkat orang-orang baik yang Allah beri dalam hidupku. Termasuk ketika saya mengetik tulisan ini. Pun atas bantuan orang baik di luar sana.

Setiap kebaikan yang ku dapatkan dari orang-orang, membuatku terus memperbaiki niat. Allah memberi pemahaman padaku, bahwa alam itu berlaku hukum “Aksi=Reaksi.” Yakni apa yang kamu lakukan, itu yang akan kamu tuai. Pemikiran awalku untuk berbuat baik pada orang lain bukan lagi berlandaskan agar untuk mendapatkan hal yang sama, karena ku paham seperti itulah alam bekerja.

Usaha = Hasil

Kerja Keras = Sukses

Malas = Kebodohan

Wanita Baik = Laki-laki Baik

Aksi = Reaksi

Namun, sekarang saya lebih memaknai, bahwa kebaikan yang kita lakukan tak lagi untuk diri sendiri, karena pasti itu akan berlaku sesuai dengan hukum alam, tapi kebaikan itu kita lakukan untuk kebahagiaan dan kebermanfaatan bagi sesama. Dan sekarang saya mendapat jawaban dari berbagai pertanyaan di benakku. Kenapa ada orang yang berlelah-lelah mencari donator untuk bisa mendirikan yayasan yang dapat membantu ribuan anak agar dapat bersekolah? Kenapa ada orang yang menguras dananya untuk bisa mendirikan sekolah alam? Kenapa ada orang yang menghabiskan waktunya di daerah terpencil dengan gaji rendah untuk mengajar anak-anak disana? Kenapa ada orang yang ingin menjadi relawan di tempat bencana dengan keadaan yang serba terbatas? Kenapa ada orang yang ingin membantu kita padahal tak mengenal bahkan bertemu dengannya sama sekali? Jawabannya, karena mereka adalah orang baik yang sesungguhnya. Tulus dan ikhlas memberi. Tak ada tuntutan, meskipun itu hanya ucapan terima kasih. Kebahagiaan orang baik diperoleh ketika mereka melihat perubahan pada kehidupan orang lain yang juga menjadi baik. Itulah kebahagiaan tersendiri yang tak semua orang bisa merasakannya.

Saya salut dengan teman-teman yang menjadi relawan di kota Palu, khususnya mereka yang menjadi masyarakat asli disana. Jujur saja, banyak orang yang memilih untuk keluar (eksodus) dari Kota Palu, karena berbagai alasan yang bisa kita mengerti. Baik itu melindungi diri maupun keluarganya. Rasa salutku itu semakin bertambah pada teman-teman relawan yang fokus membantu para korban bencana serta menjaga lisan mereka untuk tidak ikut “nimrung” men-judge orang lain dengan kata-kata yang tidak baik seperti yang lagi marak diperbincangkan di media sosial.

Menurutku, mereka yang mampu menginspirasi orang lain dengan apa yang mereka lakukan, bukan lewat “show off, I do and you are not.” Tapi inspirasi itu bisa sampai ke hati seseorang, ketika apa yang dilakukan orang tersebut tulus dari hatinya. Dan itulah hakikat utama yang dimiliki orang baik menurutku.

Semoga kita bisa menjadi orang baik yang sesungguhnya. Dengan belajar untuk menjadi tulus tanpa pamrih. J

#palubangkit
#bermanfaatbersama
#30dwb
#tulisanke9


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Memilih Menjadi Dosen dan Bagaimana Proses Persiapannya?

Tulisan ini kudedikasikan untuk diriku sendiri sebagai pengingat akan niat dan tujuan mengapa memilih karir ini. Dan selebihnya, semoga ada manfaat yang bisa diperoleh pembaca dalam proses perjalanannya. *** Pic: Buku yang digunakan sebagai bahan ajar “Kenapa ingin jadi dosen?” tanya seorang interviewer saat saya sedang mengikuti wawancara CPSN.  Saya pun mencoba menjawab pertanyaan ini “Pertama, pilihan karir dosen menjadi wadah saya untuk bisa bermanfaat tidak hanya melalui pengajaran, namun juga menyebarluaskannya melalui tulisan/publikasi, dan mengaplikasikannya dengan pengabdian kepada masyarakat. Dan semoga bisa menjadi amalan saya juga ketika sudah tidak ada di dunia, melalui ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak terputus. Kedua, saya merasa punya tanggung jawab setelah mendapat privilege untuk bisa sekolah tinggi, melalui beasiswa pula sejak S1 hingga S2, dimana masih banyak orang lain yang tidak bisa mengenyam kesempatan ini, yang mungkin bahkan saya pikir m...

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu...

Impian #1 : Perjalanan

Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian .” Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menja...