Langsung ke konten utama

Kediri : Kota Pertemanan



“Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Karena setiap pertemuan pasti punya makna.”

Setelah dari Blitar perjalanan berlanjut selama kurang lebih empat bulan di kota Kediri. Tepatnya di sebuah perkampungan yang membuatku merasa sangat nyaman. Saya menyukai suasananya yang begitu tenang. Pemandangan yang menyegarkan dari sawah hijau di sekitar rumah penduduk. Tetangga yang hangat. Iklim pembelajar. Ditambah poin plusnya adalah biaya hidup yang begitu murah. Bahkan dengan uang 5 ribu rupiah saya bisa makan dua kali sehari. Biaya tempat tinggal 250 ribu perbulan. Paling banter dengan uang 800 ribu saja saya bisa menikmati hidup di tempat ini. Kamu bisa mencobanya juga. Tapi dengan catatan : Jangan suka jajan.  Sekedar info saja, saya naik sekitar 2-3 kg saat pulang dari kota ini. Begitu dengan testimony orang-orang kebanyakan. Tentu kamu tahu kan penyebabanya. Yap, jajanan dan makanan disini murah meriahnya kebangetan.
Gambar yang saya ambil dari lantai dua elfast 

Selain berbagai kenikmatan itu, yang saya sukai dari tempat ini adalah saya bisa bertemu dengan banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia. Empat bulan tentu bukan waktu yang singkat. Terhitung ada 5 orang teman se-kamarku dari 5 kota berbeda yang sudah bergonta-ganti. Ada empat program yang sudah ku ikuti. Artinya ada 4 grup whatsapp kelas yang menambah deretan grup-grup di tab ku. Semuanya berkesan dan semuanya punya cerita. Mulai dari kelas yang ramainya masya Allah hingga kelas yang saking sunyinya suara jangkrik pun enggan berbunyi. Dari yang punya tujuannya datang untuk belajar sampai yang tujuannya buat pelarian pun ada. Dari yang tidak ada apa-apa sampai akhirnya ada apa-apa pun ada. Dari teman yang perhatian sampai teman yang suka jajanin pun ada. Dari yang awalnya kita tidak saling mengenal sampai akhirnya kita saling ngajak ke daerah masing-masing pun banyak.



Gambar yang diambil oleh teman sekamarku ka fia

Gambar yang diambil saat perpisahan teman kelas

Gambar yang diambil bareng si ade sma yang jago jualan

Dan dari semua hal yang sudah terjadi di kota ini, ada satu hal yang akan selalu ku percayai. Bahwa tidak ada sesuatu yang kebetulan. Saya percaya, Allah mengirim mereka untuk menjadi bagian dari sejarah perjalananku. Untuk menjadi bagian dari pembelajaranku. Kota ini bersama kenangannnya akan menjadi titik-titik yang saling terhubung dengan titik-titik di kota berikutnya yang entah akan menjadi bentuk apa. Hanya Dia yang tahu. Saya hanya akan melanjutkan titik-titik itu hingga tuntas dan pantas.

Sampai jumpa di kota berikutnya.
Tetap belajar dan rendah hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Memilih Menjadi Dosen dan Bagaimana Proses Persiapannya?

Tulisan ini kudedikasikan untuk diriku sendiri sebagai pengingat akan niat dan tujuan mengapa memilih karir ini. Dan selebihnya, semoga ada manfaat yang bisa diperoleh pembaca dalam proses perjalanannya. *** Pic: Buku yang digunakan sebagai bahan ajar “Kenapa ingin jadi dosen?” tanya seorang interviewer saat saya sedang mengikuti wawancara CPSN.  Saya pun mencoba menjawab pertanyaan ini “Pertama, pilihan karir dosen menjadi wadah saya untuk bisa bermanfaat tidak hanya melalui pengajaran, namun juga menyebarluaskannya melalui tulisan/publikasi, dan mengaplikasikannya dengan pengabdian kepada masyarakat. Dan semoga bisa menjadi amalan saya juga ketika sudah tidak ada di dunia, melalui ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak terputus. Kedua, saya merasa punya tanggung jawab setelah mendapat privilege untuk bisa sekolah tinggi, melalui beasiswa pula sejak S1 hingga S2, dimana masih banyak orang lain yang tidak bisa mengenyam kesempatan ini, yang mungkin bahkan saya pikir m...

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu...

Impian #1 : Perjalanan

Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian .” Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menja...