Langsung ke konten utama

Malang : Celengan




“Dunia itu tempat transaksi. Siapa yang punya celengan banyak maka ia akan mendapatkan hal yang lebih besar. Pun sebaliknya, mereka yang memiliki celengan sedikit, maka hanya akan mendapatkan sepadan atau bahkan tidak sama sekali. Karena apa yang ingin kita beli begitu mahal harganya. Terima kasih telah mengingatkan ku”

Kenapa sampai di kota Malang? Saya pun bingung, karena Malang tidak termasuk dalam perencanaan kota yang akan ku kunjungi. Namun ternyata, takdir-Nya membawa ku ke tempat ini. Dengan sebuah alasan. Lewat rencana-Nya yang tak disangka-sangka.

Lalu ada apa di Malang? Ada sebuah pesan yang Allah kembali ingatkan padaku. Tentang sebuah tujuan. Tentang sebuah proses pembelajaran. Dia mengirim orang-orang untuk mengingatkan ku bahwa “Ini Dunia”. Tempat kita menyiapkan sebuah celengan. Seperti itulah kata mereka.

Saya baru sadar beberapa bulan yang lalu, bahwa saya mengejar “Dunia” itu dengan total. Meninggalkan kampung halaman, keluarga dan segala kenyamanan. Saya tidak menyalahkan perjuangan itu, karena seperti itulah bentuk ikhtiar dalam menggapai impian. Hanya saja saya jadi memikirkan sesuatu, “Kenapa saya meluangkan waktu dan materi untuk mengejar impian dunia, namun saya hanya bisa ‘meneympatkan’ waktu untuk belajar agama?”

Berawal dari pertanyaan itulah akhirnya saya mencoba mencari lingkungan yang bisa mendukung saya untuk menyiapkan celengan di kehidupan yang sebenarnya, akhirat. Dan akhirnya Allah mengirim ku ke kota ini. Bertemu mereka. Adik-adik muslimah yang Masya Allah mampu menamparku begitu keras. Semangat juga tekad mereka untuk bisa belajar ilmu dunia, namun tidak melalaikan ilmu agama. Menjadi hafidzah adalah target mereka.

Saya terus bertanya-tanya apa kekuatan mereka dan bagaimana mereka mampu. Padahal saya sangat percaya akan kekuatan keyakinan pada-Nya bisa menjadi modal utama mencapai impian. Namun entahlah, saya masih penasaran saja dengan motivasi mereka. Hingga akhirnya saya memperoleh jawabannya. Satu kata pamungkas yang bisa membuatku mengangguk-angguk.

“Buat celengan kita mba,” ujar mereka

Masya Allah. Celengan. Yah kemana saja kamu. Celengan atau kata lain dari bekal sudah sering ku dengar. Namun tak terlintas di benakku bahwa perjuangan untuk menyiapkan celengan justru harus lebih besar dari menyiapkan celengan di dunia. Saya ingin masuk ke tempat tinggal Adam dan Hawa, namun tanpa usaha. Sama seperti bermimpi di siang bolong kan?

Di kota ini, Dia kembali mengingatkan ku akan makna dari “Lelahku Lillah”. Bahwa semua perjuangan untuk segala hal yang kita perjuangkan hingga mengorbankan waktu dan meteri harusnya selalu ditujukan pada-Nya. Termasuk tidak menyepelekan kewajibanku untuk menuntut ilmu agama.

Malang akan selalu jadi kota pengingatku akan makna hidup untuk terus mempersiapkan celengan. Disini saya memiliki keluarga baru yang selalu mampu jadi penyemangatku untuk belajar menjadi lebih baik. Terima kasih atas kehangatannya. Semoga Allah bisa mempertemukan kita kembali. Terima ksih juga sudah mampu menambah satu impian ku. Semoga Allah selalu mengistiqomahkan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Memilih Menjadi Dosen dan Bagaimana Proses Persiapannya?

Tulisan ini kudedikasikan untuk diriku sendiri sebagai pengingat akan niat dan tujuan mengapa memilih karir ini. Dan selebihnya, semoga ada manfaat yang bisa diperoleh pembaca dalam proses perjalanannya. *** Pic: Buku yang digunakan sebagai bahan ajar “Kenapa ingin jadi dosen?” tanya seorang interviewer saat saya sedang mengikuti wawancara CPSN.  Saya pun mencoba menjawab pertanyaan ini “Pertama, pilihan karir dosen menjadi wadah saya untuk bisa bermanfaat tidak hanya melalui pengajaran, namun juga menyebarluaskannya melalui tulisan/publikasi, dan mengaplikasikannya dengan pengabdian kepada masyarakat. Dan semoga bisa menjadi amalan saya juga ketika sudah tidak ada di dunia, melalui ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah yang tidak terputus. Kedua, saya merasa punya tanggung jawab setelah mendapat privilege untuk bisa sekolah tinggi, melalui beasiswa pula sejak S1 hingga S2, dimana masih banyak orang lain yang tidak bisa mengenyam kesempatan ini, yang mungkin bahkan saya pikir m...

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu...

Impian #1 : Perjalanan

Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian .” Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menja...