"Sebaik-baik
manusai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya" (HR. Thabrani)
Begitu pesan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang sering kali kita dengarkan. Sebagai ummatnya,
pesan ini tidak hanya sebatas sebagai risalah, namun juga memiliki makna penting dalam memahami arti dari "menjadi manusia".
Di bulan ini, suatu kesyukuranku bisa bertemu dengan beberapa teman baru via online maupun offline. Beberapa
diantaranya ada yang bekerja di tinggkat daerah hingga nasional. Sebagai
perumus kebijakan yang tentunya memiliki pengaruh yang masif terhadap
masyarakat luas. Saya memiliki kesempatan untuk bisa sharing satu sama lain. Namun
sejujurnya, dalam proses dialog itu saya menyimpan rasa "kagum" akan
peran mereka yang besar untuk masyarakat. Terbesit akan peran saya yang rasanya
masih begitu "retceh" jika dibandingkan dengan mereka.
Dalam menulis pun kadang kala saya
merasakan hal yang sama. Buku ataupun tulisan-tulisan saya mungkin pembacanya
tidak sebanyak para penulis "best seller" di luar sana. Dulu, suka
dan komentar orang lain membuatku cukup antusias sekaligus juga terganggu.
Hingga lambat laut perasaan itu bisa teratasi. Ada satu prinsip yang kupegang
dalam menulis. Bahwa, ukuran keberhasilan dalam menulis yang utama untukku
adalah "dampak" tulisan untuk perubahan seseorang menjadi lebih baik.
Dan saya memahami bahwa, perubahan itu tidak ditentukan oleh angka, namun ada
pada Pemilik Hati, yang memiliki kuasa untuk membolak-balikkan hati seseorang.
Maka, orientasi utamaku dalam menulis tertuju pada; menulis dengan sepenuh
hati, tulus berharap ridho-Nya, semoga lewat tulisan-tulisan yang kubuat, ada
satu, dua, atau beberapa orang yang tersentuh hatinya atas kuasa-Nya untuk
menjadi lebih baik, sehingga dapat menjadi jalan kebermanfaatan dunia
akhirat.
Sebenarnya, prinsip menulis ini
juga sekaligus menjadi reminderku dalam menjalani berbagai peran dalam
kehidupan ini. Akhir-akhir ini, aku sedang berupaya untuk melakukan
"sesuatu", namun seringkali hasilnya tidak sesuai dengan
ekspektasiku. Meskipun begitu, aku tetap berupaya, walaupun kadang ada rasa
kecewa. Hingga ada perasaan "membanding-bandingkan" dengan hasil
orang lain, dengan dampak besar yang mereka berikan untuk sekitar.
Selain memahami segala sesuatu
butuh proses untuk setiap tanggung jawab besar, saya juga menyadari bahwa
kekokohan "akar" jauh lebih penting dari banyaknya buah. Karena, akar
yang lemah tidak akan menghasilkan pohon dan buah dalam waktu yang lama. Itulah
kenapa, memperbaiki niat itu amat penting, karena ialah akar yang akan menjaga
berbagai proses dan hasil yang akan dilalui.
Jika memang niatnya untuk menjadi sebaik-baik manusia yang bermanfat untuk orang lain, maka tanpa perlu melihat siapa maupun berapa, maka ia akan tetap memberi manfaat :)
Untuk setiap orang yang sedang berusaha menjadi sebaik-baik
manusia, semoga Allah selalu membuka jalan dan menjaga jalan kebaikan itu pada
niat dan proses yang diridhoi-Nya. Tetap semangat bermanfaat bersama :)
Komentar
Posting Komentar