Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

22 Tahun

Hai 22 tahun. Hai 2020 Rasanya menginjak usia 22 tahun semakin membuat jantungku deg-degan. Karena kutahu, akan lebih banyak hal besar yang akan terjadi, lewat pilihan-pilihan yang Allah berikan. Mengambil sebuah keputusan itu tentu tidak mudah. Apalagi ini berkaitan dengan masa depan, resiko dan tanggungjawab yang akan diemban, dan bisa jadi keputusan ini juga berkaitan dengan kehidupan orang lain. Bukankan kita memang saling terkait dengan satu sama lain. A bertemu B, B bertemu C, C bertemu D, D bertemu B adalah takdir yang sudah dituliskan di Lauh Mahfudz. Intinya, semua pertemuan itu bukan tanpa rencana atau iseng saja, tapi Allah dengan cara-Nya membuat setiap pertemuan itu bermakna. Eh…ternyata tidak disangka si A jadi partner yang clop buat bisnis, si B jadi rekan yang cocok buat kegiatan, si C jadi pasangan hidup pilihan-Nya. Who`s know? Kita hanya bisa menjalani setiap pertemuan itu dan menikmati perjalanan kehidupan yang sudah Tuhan berikan. Hai 22 tahun

PK 152 – Abhinaya Estungkara

“PK itu memiliki banyak kenangan manis, tapi cukup untuk dikenang bukan diulang” PK (Persiapan Keberangkatan) 152 LPDP sudah kelar jumat kemarin bertempat di Mercure Hotel, Ancol Jakarta. Banyak cerita dan drama. Sejak sebelum PK hingga di hari pelaksanaannya. Mulai dari drama undangan sampai ke agenda dan kebutuhan kegiatan. Meski hanya 5 hari, PK berasa kayak lama banget haha. Tapi dari situ sebenarnya saya jadi belajar bahwa kalimat “kok hari cepat banget beralu yah” adalah kata lain dari kurang produktif atau tidak efektifnya kita memanfaatkan waktu. PK ngajarin banget tentang disiplin. Setiap hari hanya bisa tidur 2-3 jam. Saat materi dikuat-kuatin matanya biar gak sampe ketutup.   Gak ada istilah telat. Setiap hari selalu lari-larian di lorong hotel, biar bisa dapat stiker smile. Agenda beragam kegiatan jalan sesuai waktunya. Meski agak sedikit shock dengan rutinitas itu, tapi manfaatnya banyak banget. Terutama bagaiaman selama ini cara kita menghargai waktu.

Yogyakarta : Kota Kenangan

“Tetaplah jadi kota yang sama. Yang selalu menjaga hati orang-orang.” Kupikir akan tinggal lebih lama di Jogja, ternyata (lagi) rencanaku tak berjalan sesuai harapan. Saya harus hidup nomaden lagi. Pindah ke kota yang tak pernah menjadi kota prioritas yang ingin kukunjungi. Saya ingat waktu itu, saat pertama kali ke Jogja, saya begitu antusis. Walaupun sedikit takut. Karena saya harus tiba-tiba mengubah rencana awal lagi, dan memilih segera ke Jogja. Mengandalkan mamikos dan gojek untu bisa dapat tempat tinggal dan tranportasi ke tempat tujuan. Jadilah saya  membolang (sendiri). Beragam kenangan sudah terukir sejak saya berangkat hingga meninggalkan kota ini. Mulai dari pengalaman yang memalukan, lucu dan mengesankan pastinya. Sempat salah gerbong kereta. Salah tempat pemberhentian halte. Semuanya membuat banya mata tertuju padaku dengan pandangan tertawa dan heran. Haha, kunikmati saja. Selain pengalaman yang menggelitik itu, ada kenangan yang selalu me

PhD Parents` Stories

Keluarga adalah bagian fundamental dalam masyarakat. Keluarga sebagai lingkungan pertama dalam pengenalan agama, nilai juga norma.   Keluarga menjadi madrasah dan teladan pembentuk karakter. Dari sebuah keluargalah lahir generasi berakhlak mulia atau malah sebaliknya. Maka dari itu, sangatlah penting bagi sebuah keluarga untuk dibekali ilmu, sehingga paham akan peran dan tanggungjawabnya. Ilmu ini kita kenal dengan ilmu parenting. Dalam buku Phd Parents` Stories dijelaskan dengan gamblang bagaimana sebuah keluarga   membangun sebuh visi misi bersama tuk mewujudkan keluarga madani yang didambakan. Menariknya, penerapan ilmu parenting yang dijelaskan dalam buku ini tak bersifat menggurui sehingga terasa seperti sebuah ceramah, namun dikemas dalam kisah inspiratif keluarga penulis dan para orang tua lainnya dalam mendidik dan mencetak keluarga yang berlandaskan pada agama dan akhlak mulia. Buku ini juga memiliki subjudul yang dapat dibagi menjadi empat bagian besar. Yakni Me

Setelah penjelajahan ini, Akhirnya…

Saat sedang membaca novel Tere Liye, berjudul 'Tentang Kamu', tiba-tiba hpku bergetar. Sebuah notiviasi pesan masuk. Kusapu layar handphone untuk melihatnya. Tanganku tiba-tiba gemetar. Tak berpikir panjang, kubuka sebuah situs di google. Berkali-kali ku coba, tak kunjung bisa masuk.  Jantungku semakin berdegup kenjang. Ditambah jari-jariku yang terus gemetar. Kucoba membuka situs tersebut dengan aplikasi lain. Dan akhirnya, TERBUKA. Ku klik status dalam link tersebut. Aku menutup mulut, tanganku masih gemetar. Aku masih belum menyangka. Kutelpon seorang teman yang lebih paham masalah ini. “Halo ka?” tanyaku “Ya?” jawabnya dari balik telepon “Hari ini pengumuman. Kalau tulisannya lolos substansi itu artinya apa?” tanyaku dengan suara bergetar “Artinya kamu lolos!” jawabnya bahagia. Hari ini, 16 September 2019, akhirnya yang kuikhtiarkan sejak meminta izin pada Ibu Desember 2018 silam, menampakkan hasilnya. Hampir 10 bulan terlewati, 2 lebaran ku lalu

Balikpapan: Menikah

Kata mereka menikah itu bukan tentang cepat-cepatan.  Mendahului kakak atau mempersilahkan adik lebih dulu. Atau tentang baper-baperan. Bebas mempost kemesraan dan membuat iri para jomblo karena sudah punya gandengan halal. Kata mereka, menikah tidak sebercanda itu. Hakikatnya, menikah adalah sebuah kesiapan. Siap untuk berbagi mimpi dan mewujudkannya bersama. Siap untuk bebagi sedih dan bahagia bersama. Siap untuk belajar memahami dan mengerti satu sama lain. Siap untuk belajar dan bertumbuh bersama. Siap untuk menyatukan perbedaan dan menahan ego. Siap untuk menjaga lisan, perilaku dan hatinya agar tak saling menyakiti. Kata mereka semua kesiapan itu lahir bukan dari usia apalagi perasaan iri melihat kerabat dan teman yang sudah lebih dulu menemukan jodohnya. Tapi kesiapan itu lahir dari hatimu. Jika hatimu sudah siap, maka ragamu pun akan bertindak dengan mantap. Allah tidak pernah salah memilih siapa yang sudah pantas dan masih perlu dipantaskan bukan? Kata mereka, hal

The Perfect Muslimah : Buku Rekomended untuk Muslimah yang Galau “Mau Jadi Apa” dan “Harus Bagaimana”

The Perfect Muslimah merupakan buku hasil karya dari Ahmad Rifa`I Rif`an. Salah satu karyanya yang best seller hingga kini sudah mencapai cetakan ke-18 di tahun 2019. Buku ini menyajikan bagaimana idealnya seorang muslimah. Walaupun kita ketahui bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, namun buku ini mampu menjadi inspirasi bagi muslimah dalam menjalankan perannya yang begitu penting bagi peradaban. Buku ini terdiri dari beberapa bab yang sangat cocok dengan impian ideal para muslimah. Mulai dari bagian 1 yang membahasa tentang ‘Brilian Otaknya’. Bagian ke-2 tentang ‘Suci Cintanya’. Bagian ke-3 ‘Luas Pengaruhnya’. Bagian ke-4 ‘Indah Akhlaknya’. Bagian ke-5 ‘Teduh Parasnya’. Dan bagian ke-6 ‘Teduh Imannya’. Keenam aspek ini menjadi hal yang memang harusnya ada dalam diri setiap muslimah. Di buku ini kita diberi pemahaman, bahwa peran muslimah tidak hanya berjibaku pada urusan dapur, rumah dan Kasur, melainkan muslimah punya “peran” yang lebih besar dari perspektif yang

Malang : Celengan

“Dunia itu tempat transaksi. Siapa yang punya celengan banyak maka ia akan mendapatkan hal yang lebih besar. Pun sebaliknya, mereka yang memiliki celengan sedikit, maka hanya akan mendapatkan sepadan atau bahkan tidak sama sekali. Karena apa yang ingin kita beli begitu mahal harganya. Terima kasih telah mengingatkan ku” Kenapa sampai di kota Malang? Saya pun bingung, karena Malang tidak termasuk dalam perencanaan kota yang akan ku kunjungi. Namun ternyata, takdir-Nya membawa ku ke tempat ini. Dengan sebuah alasan. Lewat rencana-Nya yang tak disangka-sangka. Lalu ada apa di Malang? Ada sebuah pesan yang Allah kembali ingatkan padaku. Tentang sebuah tujuan. Tentang sebuah proses pembelajaran. Dia mengirim orang-orang untuk mengingatkan ku bahwa “Ini Dunia”. Tempat kita menyiapkan sebuah celengan. Seperti itulah kata mereka. Saya baru sadar beberapa bulan yang lalu, bahwa saya mengejar “Dunia” itu dengan total. Meninggalkan kampung halaman, keluarga dan segala kenyamanan. Saya t

Kisah Inspiratif : “Tetaplah ke sekolah, meski kamu mati terbunuh.”

“Tetaplah ke sekolah meski kamu mati terbunuh,” gigih ibunda Samsiah kepada buah hatinya tercinta. Anaknya bernama Samsiah menjadi salah satu korban penyemprotan cairan asam dari segerombolan lelaki Afganistan yang anti sekolah. Ia menderita luka bakar paling parah dan memperoleh noda cacat di kelopak mata dan sebagian besar pipi kiri. “Kalau anda tidak mengirim anak-anak gadis ke sekolah, musuh kalian yang menang,” seru kepala sekolah bergetar. Sejak kejadian penyemprotan cairan asam ke wajah para siswa, Sekolah Mirwais menjadi sepi. Namun itu tidak berlangsung lama, kini ada sekitar 1.300 siswi belajar disana tanpa jaminan keamanan. Kapan pun kekejian bisa menimpa mereka. Namun mereka tetap semangat untuk menempuh pendidikan. Kisah ini menjadi sebuah tamparan untuk kita, khususnya saya pribadi. Yang mungkin ada masa dimana keluhan-keluhan terlontar saat belajar. Capek, lelah dan penat dengan berbagai pelajaran. Namun ternyata, ada adik-adik di luar sana yang bahkan harus berko

Kediri : Kota Pertemanan

“Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Karena setiap pertemuan pasti punya makna.” Setelah dari Blitar perjalanan berlanjut selama kurang lebih empat bulan di kota Kediri. Tepatnya di sebuah perkampungan yang membuatku merasa sangat nyaman. Saya menyukai suasananya yang begitu tenang. Pemandangan yang menyegarkan dari sawah hijau di sekitar rumah penduduk. Tetangga yang hangat. Iklim pembelajar. Ditambah poin plusnya adalah biaya hidup yang begitu murah. Bahkan dengan uang 5 ribu rupiah saya bisa makan dua kali sehari. Biaya tempat tinggal 250 ribu perbulan. Paling banter dengan uang 800 ribu saja saya bisa menikmati hidup di tempat ini. Kamu bisa mencobanya juga. Tapi dengan catatan : Jangan suka jajan.   Sekedar info saja, saya naik sekitar 2-3 kg saat pulang dari kota ini. Begitu dengan testimony orang-orang kebanyakan. Tentu kamu tahu kan penyebabanya. Yap, jajanan dan makanan disini murah meriahnya kebangetan. Gambar yang saya ambil dari lantai dua elfast  Selai

Blitar : Rumah Baru

"Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah berjuang" ~ Imam Syafi'i Hayooo…ada yang tahu dimana Bapak Proklamator Ir.Soekarno menjalani masa kecilnya dan di kuburkan dimana? Tepat sekali. Di kota Blitar, Jawa Timur. Jika dari Surabaya kamu bisa menempuh waktu sekitar empat sampai lima jam untuk sampai di kota ini dengan menggunakan bus antar kota.  Nah, saat kamu berkunjung ke Blitar, jangan sampai melewatkan tuk melihat peninggalan sejarah. Karena kamu pasti sudah tidak asing dengan pesan ini, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarahnya.” Berikut ini beberapa destinasi sejarah yang patut kamu kunjungi, khusunya berkaitan dengan sejarah Presiden Pertama kita Ir.Soekarno. Kuy langsung aja…check these out…  1) Istana Gebang  Istana Gebang merupakan rumah Ayah Bung Karno yakni R.Soekeni Sosrodihardjo yang menjadi kediaman masa kecil Sang Proklamator. Bentuk i