Langsung ke konten utama

Yogyakarta : Kota Kenangan





“Tetaplah jadi kota yang sama. Yang selalu menjaga hati orang-orang.”

Kupikir akan tinggal lebih lama di Jogja, ternyata (lagi) rencanaku tak berjalan sesuai harapan. Saya harus hidup nomaden lagi. Pindah ke kota yang tak pernah menjadi kota prioritas yang ingin kukunjungi.

Saya ingat waktu itu, saat pertama kali ke Jogja, saya begitu antusis. Walaupun sedikit takut. Karena saya harus tiba-tiba mengubah rencana awal lagi, dan memilih segera ke Jogja. Mengandalkan mamikos dan gojek untu bisa dapat tempat tinggal dan tranportasi ke tempat tujuan. Jadilah saya 
membolang (sendiri).

Beragam kenangan sudah terukir sejak saya berangkat hingga meninggalkan kota ini. Mulai dari pengalaman yang memalukan, lucu dan mengesankan pastinya. Sempat salah gerbong kereta. Salah tempat pemberhentian halte. Semuanya membuat banya mata tertuju padaku dengan pandangan tertawa dan heran. Haha, kunikmati saja.

Selain pengalaman yang menggelitik itu, ada kenangan yang selalu membuatku akan cinta dengan Jogja. Yakni kehangatan dan keramahan masyarakatnya. Inilah mungkin sebabnya kota selalu menjadi kota yang selalu dirindukan oleh para pendatang. Masyarakat yang saling bertegur sapa meski tak saling mengenal. Saling menghargai dan tolong-menolong. Semua itu kurasakan sejak awal menginjakkan kaki di kota wisata itu.

Awalnya saya sedikit takut karena sama sekali tak memiliki keluarga di sana, namun ternyata kehangatan yang ibu kos yang selalu berbagi makanan, tetangga kos yang memberi perabot kosan, mas gojek yang ramah, ibu angkringan yang selalu memberi porsi makan untuk seharian, anak-anak kosan yang suka menolong jika ada kebutuhan, masyarakat sekitar yang jarang klakson, sabar dan santuy semua itu buatku nyaman ada di kota ini. Membuatku merasa punya keluarga dan dianggap sebagai keluarga. 


Saya banyak sekali belajar, terutama tentang karakter dan kepribadiannya masyarakatnya. Dan itu penting sekali untuk tetap dipertahankan di zaman ini. Bagaimana kita menghargai orang lain, tidak mendiskriminasi orang lain, menolong, dan ramah pada semua orang. Nilai dan norma itu yang kupikir masih begitu kental di Jogja dan membedakannya dengan kota-kota yang lain.


Semoga esok, hari ini dan hingga saya kembali, kamu (Jogja) tetap sama. Selau menjga perasaan orang lain. Menjaga hati orang-orang yang datang dengan kelembutan dan kehangatan orang-orangnya. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Januari: Tentang Kehilangan

  Di awal tahun 2024, Allah memberi salah satu pelajaran begitu berharga. Lewat ujian kehilangan. Ini menjadi pengalaman yang akan begitu membekas buatku. Seingatku, ini kali pertama aku menyaksikan tiga orang meninggalkan dunia, di dalam sebuah ruangan yang disebut ICU. Ruangan yang penuh monitor dengan suara teratur. Namun, bisa membuat dada sesak, saat suaranya mulai intens berbunyi. Monitor itu menunjukkan denyut nadi, nafas, tekanan darah, dan suhu seorang pasien. Di tengah ruangan, ada para petugas medis yang akan memantau dan sigap apabila ada tanda tidak beres dari monitor-monitor para pasien.             Jarak antara pasien yang satu dengan yang lain cukup dekat. Hanya ada gorden yang menjadi pembatas. Namun, gorden itu tidak ditutup sepenuhnya, agar tidak menghalangi petugas medis yang ingin memantau monitor. Untuk itu, aku bisa menyaksikan pasien dan keluarganya yang ada di sebelah ataupun di depanku.             Di malam pertama saat berjaga di ruang ICU, aku bisa men

Motivasi untuk Terus Belajar: Kids, This Is Your Mom

Sejak SMA aku punya impian, sebelum menikah, aku ingin menyelesaikan studi S2 terlebih dahulu. Motivasiku saat itu, salah satunya adalah, karena aku ingin menjadi teladan untuk anakku kelak dalam hal pendidikan. Bahwa terus belajar adalah hal penting dalam kehidupan. Ilmu menjadi cahaya dalam bertutur dan berbuat. Keberkahan ilmu akan tercerminkan dari sikap seseorang. Paling tidak, “Semangat Belajar” itu ingin kutumbuhkan dan semoga bisa menjadi inspirasi untuk ia kelak.  Pengetahuan tidak hanya melulu bicara tentang bangku sekolah ataupun perkuliahan, namun memuat berbagai hal yang menjadi bagian dari proses belajar, tumbuh, dan berkembang. Dalam perjalanan mencapai cita-cita misalnya, ada berbagai pengalaman baru yang dilalui, dan kadang kala membuat takut. Namun keberanian itu kerap kali muncul, salah satunya diilhami dari “peran” sebagai seorang perempuan yang kelak akan menjadi Ibu, madrasah pertama untuk anak-anak, jadi sumber pertanyaan mereka. Untuk itulah, aku perlu untuk m

Yogyakarta: Tour Perpus UGM

Selama kuliah, mayoritas waktuku diisi di Perpustakaan dibanding di dalam kelas. Kuliah empat semester jarak jauh. Sementara semester sisanya untuk penelitian dan mengerjakan tesis di Perpus. Fasilitas di Perpus UGM sangat beragam. Ada banyak fasilitas yang disediakan untuk mahasiswa. Juga ada banyak ruangan yang tersedia untuk mengakses berbagai layanan, mulai dari akses buku, jurnal, maupun tugas akhir kuliah. Sementara itu, di luar ruangan ada banyak spot tempat duduk yang disediakan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Mulai dari meja panjang untuk ruang diskusi sampai meja yang tampaknya cocok untuk para introvert atau mahasiswa yang ingin fokus mengerjakan tugasnya sendiri. Ada juga kantin, loker, toilet dan mushola yang tersedia di setiap lantai, ruangan yang biasanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan/seminar, juga spot bermain anak/balita. Waktu buka Perpus dari Hari Senin-Jum`at (08.00 pagi sampai 08.00 malam). Di hari Sabtu, buka sampai jam 12.00 siang. @perpustakaan_ugm Pe