Langsung ke konten utama

Impian #1 : Perjalanan


Impian akan membawa kita terbang. Semakin kita percaya dengan impian itu, semakin kita tak menyangka bahwa ia telah membawa kita jauh dari sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang akan terlewati dalam proses pencapaiannya. Sehingga rasa-rasanya, rugi jika tak diabadikan dalam aksara. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”


Tulisan ini in syaa Allah akan berkelanjutan. Inspirasinya berawal dari pemikiran kebanyakan orang yang hanya melihat hasil pencapaian seseorang. Hingga lupa ada proses yang mengorbankan banyak tangis, rindu, waktu, dan berbagai ujian fisik, materi hingga batin. Ketika setiap penonton melihat proses itu, maka mereka tidak akan mudah (lagi) menilai dan berkomentar, “Dia beruntung”, “Dia punya fasilitas lengkap”, atau “Dia punya orang dalam.” Setiap orang menjalani prosesnya dari titik nol hingga ia menjadi “Pantas.” Mungkin memang benar, ada segelintir orang yang mengambil jalan instan, namun bukan berarti kita bisa menggeneralisir proses setiap orang itu “Sama.” Mari bijak mengambil contoh dan panutan. Agar paradigma kita tak melulu berkomentar dengan kekurangan diri dan kelebihan orang lain, tapi percaya bahwa setiap orang “Bisa” jika ia mau untuk berusaha.
***

Kisah awal dalam mewujudkan Impian #1 dimulai dengan sebuah perjalanan nekat. Pikiranku saat itu adalah “Bagaimana saya bisa sampai ke tempat itu dulu.” Masalah bagaimana biaya belajar hingga biaya pulang belum terpikirkan. Yang ada di benakku hanya “Target dan waktu.” Saya tidak punya banyak waktu untuk berpikir dan saya harus segera mempersiapkan semuanya sesuai dengan target yang ku buat. Sehingga ku sebut ini perjalanan nekat ku ke dua, setelah kemarin sempat pergi ke Padang hanya dengan modal uang 50 ribu rupiah di dompet. Dan pengalaman kemarin itu juga lah yang membuatku percaya, bahwa kita punya Allah yang Maha Besar dengan berbagai potensi yang diberikannya pada tiap hamba-Nya. Hal itulah yang membuatku yakin untuk berangkat dan mencobanya kembali.

Perjalanan itu di mulai dengan berlayar. Karena tak cukup ongkos untuk naik pesawat. Maka alternatif terbaik dengan naik kapal. Jika pesawat hanya butuh sekitar 2 jam dari Palu ke Surabaya. Maka butuh 2 hari dengan menggunakan kapal.

Pernah naik kapal? Ini pengalaman pertama saya. Saat waktu-waktunya ombak naik dan Indonesia lagi musim bencana. Nyaliku sempat ciut. Di tambah dengan teman- teman yang “Baik Hati” mengatakan “Ci, sediakan memang pelampung ,  dekatmu” atau “Ci, kita sudah maafkan semua kesalahanmu”, atau “Ci, ombak besar tau sekarang,” peringatan kesekian kali yang sebenrnya sudah ku tahu, tanpa diberi tahu (lagi). Ketakutanku bahkan menjalar hingga membuatku bermimpi dua hari berturut-turut tentang ombak besar dan laut. Namun, kembali ku ingat target dan waktu. Dan paling penting restu orangtua. In syaa Allah juga akan menjadi restu-Nya. Itu penguatku saat itu. Tanggal 1 Januari kami berangkat. Setelah sempat keberangkatan tertunda hingga empat jam dengan drama awan hitam dan angin kencang yang hmpir membuat tenda-tenda asongan berterbangan.

Dua hari berlayar mabok? Jangan ditanya haha. Hari kedua perjalanan kami dibumbui dengan badai. Goncangan kapal membuat ku dan para penumpang harus menjaga keseimbangan lebih kuat. Suara mual bersuara beriirangan. Ok, saya tidak akan memperpanjang masalah ini.

Lanjut, kami tiba di pelabuhan Surabaya sekitar pukul 10.00 Wib. Demi menghemat dana kami berjalan ke terminal bus. Encok? Banget. Dengan bawaan satu tas koper, satu tas ransel dan satu tas selempang. Perjalanan terus berlanjut hingga berganti bus, angkot, motor dan tiba lah di kampung halaman teman saya yakni Blitar. Sebelum melanjutkan perjalanan selanjutnya ke tempat tujuan utama untuk belajar.

Perjalanan selama tiga hari merupakan satu langkah awal menuju Impian #1. Langkah awal yang butuh perjuangan. Namun, sangat berkesan. Akan ada langkah-langkah berikutnya. Proses yang mungkin butuh pengorbanan yang lebih besar dari ini. Cukup menikmati prosesnya. Biar impianmu terus mengangkasa. Dan biarkan Allah memantaskanmu.

Sampai bertemu di kisah “Berproses” berikutnya. In syaa Allah
Semoga bermanfaat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Januari: Tentang Kehilangan

  Di awal tahun 2024, Allah memberi salah satu pelajaran begitu berharga. Lewat ujian kehilangan. Ini menjadi pengalaman yang akan begitu membekas buatku. Seingatku, ini kali pertama aku menyaksikan tiga orang meninggalkan dunia, di dalam sebuah ruangan yang disebut ICU. Ruangan yang penuh monitor dengan suara teratur. Namun, bisa membuat dada sesak, saat suaranya mulai intens berbunyi. Monitor itu menunjukkan denyut nadi, nafas, tekanan darah, dan suhu seorang pasien. Di tengah ruangan, ada para petugas medis yang akan memantau dan sigap apabila ada tanda tidak beres dari monitor-monitor para pasien.             Jarak antara pasien yang satu dengan yang lain cukup dekat. Hanya ada gorden yang menjadi pembatas. Namun, gorden itu tidak ditutup sepenuhnya, agar tidak menghalangi petugas medis yang ingin memantau monitor. Untuk itu, aku bisa menyaksikan pasien dan keluarganya yang ada di sebelah ataupun di depanku.             Di malam pertama saat berjaga di ruang ICU, aku bisa men

Motivasi untuk Terus Belajar: Kids, This Is Your Mom

Sejak SMA aku punya impian, sebelum menikah, aku ingin menyelesaikan studi S2 terlebih dahulu. Motivasiku saat itu, salah satunya adalah, karena aku ingin menjadi teladan untuk anakku kelak dalam hal pendidikan. Bahwa terus belajar adalah hal penting dalam kehidupan. Ilmu menjadi cahaya dalam bertutur dan berbuat. Keberkahan ilmu akan tercerminkan dari sikap seseorang. Paling tidak, “Semangat Belajar” itu ingin kutumbuhkan dan semoga bisa menjadi inspirasi untuk ia kelak.  Pengetahuan tidak hanya melulu bicara tentang bangku sekolah ataupun perkuliahan, namun memuat berbagai hal yang menjadi bagian dari proses belajar, tumbuh, dan berkembang. Dalam perjalanan mencapai cita-cita misalnya, ada berbagai pengalaman baru yang dilalui, dan kadang kala membuat takut. Namun keberanian itu kerap kali muncul, salah satunya diilhami dari “peran” sebagai seorang perempuan yang kelak akan menjadi Ibu, madrasah pertama untuk anak-anak, jadi sumber pertanyaan mereka. Untuk itulah, aku perlu untuk m

Yogyakarta: Tour Perpus UGM

Selama kuliah, mayoritas waktuku diisi di Perpustakaan dibanding di dalam kelas. Kuliah empat semester jarak jauh. Sementara semester sisanya untuk penelitian dan mengerjakan tesis di Perpus. Fasilitas di Perpus UGM sangat beragam. Ada banyak fasilitas yang disediakan untuk mahasiswa. Juga ada banyak ruangan yang tersedia untuk mengakses berbagai layanan, mulai dari akses buku, jurnal, maupun tugas akhir kuliah. Sementara itu, di luar ruangan ada banyak spot tempat duduk yang disediakan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Mulai dari meja panjang untuk ruang diskusi sampai meja yang tampaknya cocok untuk para introvert atau mahasiswa yang ingin fokus mengerjakan tugasnya sendiri. Ada juga kantin, loker, toilet dan mushola yang tersedia di setiap lantai, ruangan yang biasanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan/seminar, juga spot bermain anak/balita. Waktu buka Perpus dari Hari Senin-Jum`at (08.00 pagi sampai 08.00 malam). Di hari Sabtu, buka sampai jam 12.00 siang. @perpustakaan_ugm Pe